Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

NEGARA ,ILMU NEGARA


NEGARA DAN ILMU NEGARA

Ilmu Negara mempelajari negara secara umum, mengenai asal usulnya, wujudnya, lenyapnya, perkembangannya dan jenis-jenisnya. Objek penyelidikan Ilmu Negara ialah negara-negara secara umum sehingga ia sering disebut Ilmu Negara Umum.

Disamping Ilmu Negara Umum dikenal lagi Ilmu Tata Negara, yang mempelajari negara-negara tertentu, bagaimana pemerintahan negara itu disusun dan dijalankan mulai dari pusat hingga ke daerah-daerah, misalnya khusus mengenai negara Amerika Serikat, khusus tentang negara Sovyet, Perancis, Inggeris, Swiss, Indonesia dan lain-lain.

Disamping itu, dikenal pula Hukum Tatanegara, yakni hukum yang mengatur organisasi Pemerintahan Negara, yaitu peraturan-peraturan tentang struktur dan mekanisme pemerintahan negara.

Oleh Mr. Soenarko dalam bukunya "Susunan Negara kita, Jilid I", disebut: "Negara itu adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah atau teritoir yang tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai souverein" (Mr. Soenarko :"Susunan Negara kita I", hal. 10).

Logemann mengatakan bahwa: "Negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan sesuatu masyarakat. Organisasi itu suatu pertam-batan jabatan-jabatan atau lapangan-lapangan kerja.

Negara dianggap sebagai suatu gejala sosial dan politik. Demikian maka dalam literatur Inggeris, Ilmu Negara diistilahkan menjadi "political science" (di Perancis, Science Politique, di negeri Belanda ia disebut Staatsleer). Istilah political Science mengandung kata "politik", yang berasal dari "politeia" yang berarti negara.. Kranenburg berkata bahwa: "Manusia adalah makhluk sosial pada

dasarnya makhluk golongan, dan Ilmu Negara harus memandangnya sebagai makhluk golongan". Bicara tentang sifat negara, Harold J. Laski dalam bukunya : "Pengantar dalam Politik" menulis sebagai berikut : "negara-negara itu adalah satu persekutuan manusia yang mengikuti jika perlu dengan tindakan paksaan-satu cara hidup yang tertentu". Dalam alinea lain, adalah satu paralelogram sementara dari kekuatan-kekuatan yang Laski berkata: "Negara sebagai sistim peraturan-peraturan hukum, berubah-ubah bentuknya menurut sementara dari negara itu".

(Harold J. Laski: Pengantar Ilmu Politik" hal. 21). atau golongan "Andaikata negara hendak dibawa oleh satu aliran kesatu arah yang tertentu, sedangkan aliran lain hendak membawanya pula kesuatu arah yang lain maka tidaklah akan sampai kepada masing- masing tujuan itu tapi kearah lain, yang oleh keduanya sendiri tidak disetujui".Dalam pengetahuan sosiologi, negara adalah kelompok politis

persekutuan hidup orang yang banyak jumlahnya dan terikat oleh perasaan senasib dan seperjuangan. Maka jika kita membicarakannegara, sebenarnya kita adalah membicarakan masyarakat manusia. Tidak ada satu negara pun yang terjadi dengan sendirinya, tanpa tindakan manusia itu sendiri. Perkembangan sesuatu negara berarti perkembangan kemauan dan tindakan manusia.

Sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan masyarakat manusia, ilmu negara ini termasuk juga sebagai suatu cabang khusus dari sosiologi. Keistimewaan ilmu negara, ialah mempelajari masyarakat manusia itu dari segi ketatanegaraannya, susunan pemerintahan dan kekuasaan yang memegang dan menguasai susunan itu. Negara merupakan bentuk pergaulan yang Spesifik, yaitu mempunyai syarat-syarat tertentu, daerah, rakyat dan pemerintahnya.

2. UNSUR-UNSUR NEGARA.

Adapun unsur-unsur yang harus dimiliki oleh suatu masyarakat politik supaya ia dapat dianggap sebagai negara, menurut Oppenheim Lauterpacht adalah sebagai berikut : a. harus ada rakyat. b. harus ada daerah. c. harus ada pemerintah yang berdaulat.

ad.a. Idee atau cita-cita untuk bersatu, adalah penting untuk dapat membentuk suatu bangsa yang akan hidup dalam suatu negara, sehingga sementara sarjana berpendapat bahwa rakyat yang mempunyai

cita-cita untuk bersatu ini, merupakan unsur dari negara.

Dahulu orang berpendapat bahwa suatu bangsa hanya dapat dibentuk oleh suatu masyarakat yang berasal dari suatu keturunan, satu bahasa, satu adat istiadat dan sebagainya. Tetapi pendapat ini kenyataan-kenyataan ternyata tidak dapat dipertahankan karena membuktikan ketidak-benarannya. Contoh Bangsa USA berasal dari berbagai macam keturunan bangsa yang berasal dari Eropah. Bangsa Swiss memiliki 3 macam bahasa yang sama kuatnya. Bangsa Indonesia mempunyai bermacam-macam adat dan kebiasaan. Tetapi karena masyarakat bangsa-bangsa tadi mempunyai cita-cita bersama dan tekad bersama untuk hidup bersama didalam suatu kesatuan politik atau kenegaraan, maka terbentuklah suatu bangsa, yaitu : bangsa USA, bangsa Swiss, dan bangsa Indonesia, dan hidup di negara-negara yang disebut sebagai negara USA, negara Swiss, dan negara Indonesia. Demikian juga dikatakan oleh Oppenheim-Lauterpacht, bahwa yang dimaksud dengan rakyat adalah kumpulan manusia dari kedua jenis kelamin yang hidup bersama merupakan suatu masyarakat, meskipun mereka ini mungkin berasal dari keturunan yang berlainan, menganut kepercayaan yang berlainan atau memiliki warna kulit yang berlainan.

Batas daerah sesuatu negara dapat ditentukan dengan jalar mengadakan perjanjian dengan negara-negara yang bersempadan (ber-batasan), selain ini dapat pula terjadi karena keadaan alamnya, misal- nya gunung-gunung yang tinggi, sungai yang besar. Termasuk daerah suatu negara ialah daratan, lautan sampai 3 mil (kira-kira 5,5 km) dari pantai laut waktu pasang surut, dan udara diatas teritorium daratan dan lautan itu (lihat Drs. Soekarno, Bab I Punt 3 b).

Rakyat yang hidup berkeliaran, menurut Oppenheim-Lauterpacht, yaitu berkeliaran dari suatu daerah ke daerah lain bukanlah negara. Tetapi tidaklah penting apakah daerah yang didiami secara tetap itu besar atau kecil, ia dapat hanya terdiri dari suatu kota saja sebagaimana halnya dengan negara-negara polisi dimasa Junani kuno.

Menempuh wilayah negara asing tanpa izin negara yang bersang-kutan, dianggap pelanggaran atas souvereiniteit negara itu dan perbuatan-perbuatan itu dapat ditindak secara hukum oleh negara, maka tidak jarang, masalah batas-batas negara menimbulkan peperangan.

Batas teritorial negara, biasanya ditentukan dalam perjanjian dengan negara-negara tetangga. Dalam traktat (perjanjian internasional) yang diadakan pada tahun 1919 di Paris, ditetapkan bahwa udara diatas tanah suatu negara, termasuk wilayah negara itu. Batas-batas laut teritorial ditetapkan oleh masing-masing negara sendiri. Umumnya lebar laut teritorial ialah 3 mil laut. Norwegia dan Swedia menentukan 4 mil laut, sedangkan Spanyol menetapkan 4 mil dari laut. Lebar laut ini dihitung dari garis pasang surut atau garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar suatu kepulauan._ Lebar laut teritorial Indonesia pada zaman Hindia Belanda dahulu menurut Territorial Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie tahun 1939 adalah 3 mil yang diukur dari garis pangkal normal (= garis. pasang surut). Tapi kini lebar laut itu adalah 12 mil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 4 tahun 1960. Lebar laut 12 mil ini diukur dari garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar kepulauan Indonesia. Yang terpenting diantara traktat-traktat mengenai batas wilayah negara Republik Indonesia (bekas Hindia Belanda) itu ialah : 1. Traktat Nederland - Inggeris 17 Maret 1824, yang menentukan antara lain bahwa Nederland melepaskan segala daerahnya di daratan Asia dan Singapura, sedangkan Inggeris melepaskan Sumatra dan kepulauan sebelah selatan Singapura. 2. Traktat Nederland Inggeris 2 Nopember 1871, yang menentukan bahwa Inggeris mengakui hak Nederland untuk memperluas seluruh daerah kekuasaannya diseluruh Sumatra. 3. Traktat Nederland Inggeris 20 Juli 1891, yang menentukan batas-batas Hindia Belanda dengan negara-negara lain asli di Kalimantan yang berkedudukan sebagai daerah Proktetorat Inggeris. 4. Traktat Nederland -Inggeris 16 Mei 1895, yang menentukan batas-batas daerah Nederland dan daerah Inggeris di Niew Guinea (Irian), pada tahun 1902 pemerintahan atas daerah Inggeris (Irian Timur) oleh Inggeris diserahkan kepada Australia. 5. Traktat Nederland Portugis, 20 April 1899, dan 1 Oktober 1904, yang menentukan Timor.batas-batas daerah masing-masing di pulau Timor. 6. Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah Malaysia tentang penetapan garis-garis landasan Kontinen antara Malaysia (Yang dituangkan kemudian kedua negara Indonesia dalam Kep.Pres. No. 89 tahun 1969 (lihat: LN. 1969: 54). Yang dimaksud pemerintah, ialah seorang atau beberapa orang dan memerintah menurut hukum negerinya. Suatu masyarakat yang anarchitis bukanlah negara. Pada catatan dibawah tulisannya, Utrecht mengatakan, bahwa istilah "pemerintah" itu meliputi 3 (tiga) pengertian yang tidak sama, yaitu : 1. Pemerintah sebagai gabungan dari semua badan kenegaraan yang berkuasa memerintah, dalam arti kata yang luas. Jadi, termasuk semua badan-badan kenegaraan yang bertugas menyelenggarakan kesejahteraan umum, yakni badan-badan yang bertugas membuat peraturan-peraturan, badan yang bertugas menjalankan peraturan dan badan yang bertugas mempertahankan peraturan-peraturan yang dibuat tersebut. Berarti meliputi badan-badan legislatif, eksekutip, dan judikatif. Pengertian pemerintah yang disebut diatas, dalam istilah Belanda disebut "overheid", "gouvernement", dalam istilah Inggeris : "government", "authorities", yang biasa disebut dala bahasa Belanda "autoriteiten". Populer dalam istilah Indonesia sekarang, ialah "Penguasa". Pengertian pemerintah yang kita kemukakan diatas, adalah pengertian yang lebih luas, dibandingkan dengan pengertian pengertian yang akan kita sebut-sebut dibawah ini. 2. Pemerintah sebagai gabungan badan-badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa memerintah diwilayah sesuatu negara, misalnya : Raja, Presiden, badan Sovyet Tertinggi, Yang Dipertuan Agung di Malaysia. 3. Pemerintah dalam arti kepala negara (Presiden) bersama-sama dengan menteri-menterinya, yang berarti orgaan eksekutif, yang biasa disebut Dewan Menteri atau Kabinet di (Inggeris disebut : Privy Council). Demikian kami kutip dan sadur dari Utrecht (Pengantar dalam Hukum Indonesia, cetakan VI, halaman 377). Kedaulatan berarti kekuasaan yang tertinggi yaitu kekuasaan yang tidak berada dibawah kekuasaan yang lain. Pemerintah yang berdaulat berarti kedalam Pemerintah itu ditaati oleh rakyatnya, dapat melaksanakan rechtsorde (ketertiban hukum) dalam negara, sehingga kesejahteraan rakyatnya terjamin. Sedangkan keluar, pemerintah negara itumampu mempertahankan kemerdekaannya terhadap serangan pihak lain. Kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi ini, berarti merdeka dari pada pengaruh kekuasaan lainnya dimuka bumi. Kedaulatan dalam arti yang sesempit- sempitnya, karena itu berarti kemerdekaan sepenuh.nya, baik kedalam maupun keluar. Definisi yang lebih singkat dengan arti yang sama diberikan oleh Fenwick, yang mengatakan bahwa sebagai yang diartikan dalam Hukum Internasional, negara adalah suatu masyarakat politik yang diorganisir secara tetap, yang menduduki suatu daerah tertentu, dan menikmati dalam batas-batas daerah tersebut suatu kemerdekaan dari pengawasan negara lain, sehingga ia dapat bertindak sebagai badan yang merdeka dimuka dunia (lihat catatan-catatan S. Tasrif S.H. dalam bukuPengakuan Internasional dalam Teori dan Praktek,Cetakan I halaman 9). Lebih terperinci lagi dan lebih berat adalah syarat-syarat yang dikehendaki oleh Wright, yaitu : a. harus ada daerah dengan batas-batas yang ditentukan secara tegas dengan prospek yang wajar untuk mempertahankannya. b. harus ada kekuasaan dengan kemampuan de facto untuk memerintah daerah itu. c. harus ada Undang-undang dan Lembaga-lembaga yang dapat mem- berikan perlindungan yang layak kepada orang-orang asing. Dan golongan minorita dan dapat menjamin ukuran-ukuran keadilan yang patut diantara segenap penduduk. d. harus terdapat pendapat umum dengan lembaga-lembaga untuk menyalurkannya, yang memberikan petunjuk yang layak mengenalan keinginan untuk merdeka dan jaminan yang wajar bahwasyarat itu syarat yang terpenting yang dikemukakan diatas ini mempunyal (sifat yang tetap (Wright, The Study of International Relation, Tin hal. 185). i on the D qua li Utrecht menyebut "unsur ketiga" bagi negara (pemerintah yang berdaulat) itu, ialah kekuasaan tertinggi dan mengkaitkannya legitimasi (dasar-sahnya) kekuasaan tertinggi itu. Legitimasi yang dimaksudkan disini, ialah apa yang menjadi dasar dari kekuasaan itu. Dalam pelajaran-pelajaran ketatanegaraan, sering diperkatakan teori-teori tentang legitimasi kekuasaan itu, antara lain :teori kedaulatan Tuhan (godssouvereniteit). teori kedaulatan Rakyat (volkssouvereniteit). teori kedaulatan Negara (staatssouvereniteit). teori kedaulatan Hukum (rechtssouvereniteit). - Menurut teori kedaulatan Rakyat, segala kekuasaan dalam suatu negara didasarkan pada kekuasaan rakyat bersama. Menurut teori kedaulatan negara, dalam wilayah negara maka negara itulah yang berdaulat. Kekuasaan yang melekat pada suatu pemerintahan adalah karena pemerintah merupakan alat negara itu. Menurut teori kedaulatan Hukum, segala kekuasaan dalam negara didasarkan pada hukum. Menurut Prof. Wirjono Prodjodikoro, empat teori ini sama ada kebenarannya, mengingat kenyataan yang kita alami dalam hidup ketatanegaraan didunia umumnya, dan di Indonesia pada khususnya. Wirjono, memberikan keterangan, yang disadur sebagai berikut :. Bahwa negara yang berkuasa, adalah nyata, kalau kita melihat sendiri sehari-hari, bahwa dalam praktek kenegaraan kepentingan seorang individu pada akhirnya selalu dikalahkan terhadap keperluan negara. Bahwa Tuhan yang berkuasa adalah benar pula, terutama di negara kita yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa. Bahwa Rakyat yang berdaulat juga benar, terutama bagi negara kita yang berdasarkan juga pada hikmah kebijaksanaan permusyawaratan perwakilan. Bahwa Hukum yang berdaulat, juga benar, oleh karena negara-negara pada umumnya dan Indonesia khususnya, merupakan negara hukum, yang berarti bahwa segala tindakan dari pemerintah harus berdasarkan atas hukum (the rule of law). Selanjutnya Wirjono mengatakan, tiada ada gunanya pertengkaran antara penganut teori yang satu dengan penganut teori lainnya, dan lagi empat-empatnya paham itu dalam praktek dapat disalah-gunakan oleh seorang diktator. Sebagai dikatakan oleh Wirjono, faham kedaulatan, negara pernah disalah gunakan oleh Raja Louis ke XIV yang mengatakan "L'Etat c' ets moi (negara adalah saya)" buat memberi legalitas terhadap segala tindakannya betapapun kejamnya terhadap rakyat Perancis, paham kedaulatan Tuhan dapat disalah-gunakan oleh seorang diktator yang menamakan dirinya kuasa dari Tuhan, kedaulatan rakyat ternyata disalah-gunakan oleh diktator-diktator besar seperti Hitler dan Musso. lini yang menyuruh orang-orang menganggap mereka sebagai orang. orang yang diberi kuasa penuh oleh rakyat, dan faham kedaulatan. Hukum juga dapat disalah-gunakan oleh karena hukum dapat saja oleh seseorang diktator ditafsirkan sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat dikatakan melanggar hukum. (Wirjono "Azas-azas Hukum Tatanegara di Indonesia", halaman 5-7). Pengakuan oleh negara-negara lain. Disamping unsur-unsur diatas, ada yang mengemukakan unsur lain lagi, yaitu pengakuan dari negara lain. Tetapi unsur ini tidak merupakan syarat mutlak akan adanya suatu negara, karena unsur ini tidak merupakan unsur pembentuk bagi badan negara melainkan hanya bersifat menerangkan saja tentang adanya negara. Jadi hanya deklaratif, bukan konstitutif. Tanpa pengakuan dari luar, suatu negara dapat berdiri, misalnya : USA memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1776, sedangkan pengakuan dari Inggeris baru diberikan pada tahun 1873. Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945, padahal waktu itu belum satupun negara mengakuinya sedangkan pengakuan dari Belandapun baru diumumkan pada tahun 1949 (Lihat Drs. Soekarno, halaman 13). Sehubungan dengan pengakuan terhadap negara yang baru ini, terdapat beberapa teori. Dikalangan para sarjana Hukum Internasional terdapat 2 golongan besar, yang sampai sekarang saling bertentangan Golongan yang pertama berpendapat bahwa apabila semua unsur-unsur negara telah dimiliki oleh suatu masyarakat politik, maka dengan sendirinya ia telah merupakan sebuah negara dan harus diperlakukan demikian oleh negara-negara lainnya. Dengan perkataan lain, Hukum Internasional secara ipso facto harus menganggap masyarakat politik yang bersangkutan sebagai suatu negara sebagai dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dengan sendirinya melekat padanya. Pengakuan adalah hanya bersifat "pencatatan pada fihak negara-negara lain, bahwa negara baru itu telah meng- ambil tempat disamping negara-negara lain jang telah ada. Golongan pertama ini dikatakan menganut declaratory theory atau evidentiary theory atau teori deklaratif. Sebaliknya golongan yang kedua berpendapat bahwa walaupun unsur-unsur kenegaraan telah dimiliki oleh suatu masyarakat politik, namun tidaklah ia secara otomatis dapat diterima sebagai negera di tengah-tengah masyarakat internasional. Terlebih bahwa masyarakat politik tersebut benar-benar telah memenuhi semua syarat sebagai negara. Apabila telah ada pernyataan sedemikian dari negara-negara lainnya, masyarakat politik tersebut mulai diterima sebagai negara baru dengan berkedudukan sebagai sebuah negara, ditengah-tengah negara-negara lainnya yang bahwa masyarakat politik tersebut benar- benar telah memenuhi semua syarat sebagai negara. Apabila telah ada pernyataan sedemikian dari negara-negara lainnya, masyarakat politik tersebut mulai diterima sebagai negara baru dengan berkedudukan sebagai sebuah negara, ditengah-tengah negara-negara lainnya yang telah ada. Barulah ia dapat menikmati hak-haknya sebagai negara baru. Golongan yang kedua ini dikatakan menganut constitutive theory (teori konstitutif). Diantara kedua golongan ini terdapat beberapa sarjana yang menganut pendirian jalan tengah, tetapi pada hakekatnya mengenai teori-teori pengakuan ini pertentangan yang terbesar terdapat antara penganut-penganut teori deklaratoir dari teori konstitutif. Pokok pangkal pertentangan ini tidaklah lain dari pada sistim Hukum Internasional sendiri yang tidak mengenal suatu central authority (kekuasaan pusat) yang menentukan secara normatif, ukuran- ukuran yang bagaimanakah harus dipergunakan dalam menterapkan lembaga pengakuan itu. Dengan demikian maka didalam praktek setiap negara merasa bebas untuk mempergunakan pertimbangan-pertimbangannya sendiri berdasar pada kepentingan nasionalnya. (lihat S. Tasrif, S.H., menciteer dari Scor, Chen, Ross, Corbert dan de Visscher, dalam bukunya Pengakuan Internasional dalam Teori dan Praktek, Cet. I Bab III). M. Tasrif, S.H., berpendapat mengenai lembaga pengakuan internasional itu sebagai berikut : a. Menganut teori deklaratoir mengenai pengakuan negara baru. b. Menganut teori de facto-ism yang murni mengenai pengakuanpemerintah baru yang terbentuk secara revolusioner (lihat bukunya


Post a Comment for "NEGARA ,ILMU NEGARA"

Cek Plagiasi di Turnitin

Cek Plagiasi di Turnitin

Klik Gambar