Pengertian menuntut
Diatas sudah dikatakan, bahwa bagian pertama dari Atjara
Pidana adalah pemeriksaan permulaan (vooronderzoek) dibawah
pimpinan Djaksa sebagai Penuntut Umum.Tudjuan dari pemeriksaan permulaan ini ialah untuk mendapat
penetapan dari Penuntut Umum, apakah ada alasan tjukup untuk
menuntut seorang terdakwa dimuka Hakim.
Apakah jang sebenarnja diartikan dengan perkataan: ,,
menuntut”? Perbuatan atau tindakan apakah jang tepat dimaksudkan dengan
perkataan itu? Menuntut seorang terdakwa dimuka Hakim Pidana adalah
menjerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranja kepada Hakim,
dengan permobonan, sapaja Hakim memeriksa dan kemudian memutuskan
perkara pidana Eta terhadap terdakwa.
Tindakan menuntut ini adalah penting dalam Atjara Pidana,
oleh karena dengan tindakan ini Djaksa mengachiri pimpinannja atas pemeriksaan
perkara dan menjerahkan pimpinan itu kepada Hakim. Penting djuga, oleh karena Djaksa dengan tindakan penuntutan
sudah mengambil sikap jang pasti (positief), meskipun bersifat
sementara, terbadap soal apakah menurut pendapatnja ada tjukup alasan-alasan
untuk menetapkan, hal terdjadi peristiwa pidana jang ada hukumannja, hal siapa
pembuat peristiwa itu dan hal apakah si pembuat itu sebaiknja harus didjatuhi
hukuman pidana.
Untuk dapat menentukan ini semua, Djaksa harus mengumpulkan
bahan-bahan berupa keterangan-keterangan dari pelbagai sumber.
Tindakan-tindakan Penuntut Umum jang mendahului penuntutan ini, dapat dinamakan
masuk dalam pengertian ,, mengusut perkara” (opsporing).
Pengertian mengusut perkara
Pada waktu ada laporan pertama tentang adanja suatu
kedjahatan atau pelanggaran, semua hal sesuatu ada serba mentah, terutama — jang
biasanja terdjadi — kalau laporan pertama itu datang dari seorang jang bukan
ahli hukum, Jang dikemukakan biasanja terutama hal-hal jang menggemparkan hati
sanubari si pelapor atau si pengadu,
Misalnja dalam hal pembunuhan jang ditjeriterakan lebih dulu
hanja keadaan si korban perihal luka-lukanja jang mengerikan hati, dan dalam
hal pentjurian jang ditjeriterakan setjara pandjang lebar hanja hal udjud
barang-barangnja jang ditjuri sadja, lain tidak, Sedang jang lebih diperlukan
oleh Pengusut perkara ialah bagaimana tjaranja pembunuhan atau entjurian itu
terdjadi, agar mendapat kesan, didjurusan midi KUN la letak dijalan jang
menudju kearah mendapatnja keterangan jang lengkap tentang si pembuat pembunuhan
atau pentjucian itu.
Maka pengusutan inilah jang harus dilakukan lebih dulu,
sebelum Djaksa dapat menentukan suatu penuntutan.
Pengusutan ini dapat dilakukan oleh Djaksa sendiri atau oleh
lain, lain pedjabat jang ditundjuk oleh H.I.R. pasal 39 jaitu:
. Kepala desa dan pegawai-polisi desa lainnja.
Wedana dan Tjamat serta pegawai-polisi jang diperbantukan
kepada mereka,
Pegawai Polisi Umum,
Djaksa,
Mereka jang dengan aturan chusus diwadjibkan mendjaga hal
pelak. Sanaan aturan itu,
Pegawai jang diangkat sebagai Polisi dengan tidak mendapat
gadji, Dari golongan-golongan tersebut oleh pasal 53 H.I.R. sebagian disebut
sebagai Djaksa-pembantu (hulpmavistraat), jaitu Wedana, Tjamat, Pegawai Polisi
Umum jang berpangkat Mantri-Polisi atau Inspektur Polisi keatas, Pegawai-Polisi
lain jang akan ditetapkan oleh Djaksa Agung (Procureur-Generaal).
Timbul pertanjaan, apakah perbedaannja dalam pekerdjaan
pengusutan perkara pidana (Opsporing) antara Djaksa-pembantu dan
pedjabatpedjabat lain jang tersebut dalam pasal 39 H.I.R. dan jang bukan
Djaksa.
Perbedaan kesatu terletak dipasal 53 ajat 2' H.I.R. jang
mengatakan, bahwa para Djaksa pembantu setjara sama dengan Djaksa meneriwa pes
ngaduan atan pemberitahuan tentang kedjahatan dan pelanggaran, sedang kenjataan
seperti ini tidak terdapat bagi lain-lain pedjabat pengusut perkara pidana
(opsporingsambtenaren).
Perbedaan kedua ialah bahwa, apabila ada tertangkap tangan
(ontdekking op heter daad) pedjabat pengusut perkara pidana, jang bukan Djaksa
pembantu, hanja dapat menangkap terdakwa dan seketika itu djuga membawanja
dimuka Djaksa atau Djaksa-pembantu (pasal 58 dan pasal 60 H.I.R. Sedang
Djaksa-pembantu selama Djaksa tidak mengatakan akan melakukan pemeriksaan
sendiri, dapat melakukan segala kekuasaan Djaksa, antara lain memerintahkan
penahanan sementara (voorlopige aanhouding, pasal 74 H.R).
Tugas pengusut dan penuntut
Tugas kewadjiban selandjutnja dari dua golongan pedjabat
tersebut masing-masing disebut dalam pasal 55 dan pasal 41 H.I.R. Menurut dua
pasal tersebut kedua-duanja golongan pedjabat berwadjib membikin tjatatan
(proces-verbaal) tentang terdjadinja kedjahatan atau pelanggaran, tjatatan mana
harus memuat tanda-tangan keterangan (bewijzen) terhadap kesalahan orang jang
tersangka, misalnja keterangan-keterangan para saksi dan tersangka sendiri,
Tjatatan itu harus dikirim kepada Djaksa, sedang ara pedjabat pengusut perkara
pidana j jang” bukan Djaksa pembantu, dapat djuga mengirimkan tjatatan Itu
kepada Bm Djaksalah jang baru dapat mengirimkan surat-surat Itu kepada Hakim,
Oleh karena pengusutan dan penuntutan perkara pidana pada gi
hire nja bertudjuan supaja seorang terdakwa tertentu mendapat hukuman pw dana,
oleh karena melanggar suatu peraturan Hukum Pidana, maka para Djaksa jang
memimpin pengusutan dan pehuntotan perkara itu, harus paham betul tentang isi
Hukum Pidana,
Jang penting dari jang harus diketahui oleh mereka falah
sjarat-sjarat dari adanja suatu perbuatan jang pembuatnja dapat didjatuhi
hukuman pidana (delicts-elementen). Sjarat-sjarat ini harus dilihat dalam
peraturanperaturan hukum jang memuat penjebutan perbuatar-perbuatan jang
dilarang itu. Sjarat-sjarat ini harus diingat terus merlerus oleh Pengusut
perkara selama mengadakan pengusutan perkara, agar pemeriksaan perkara selalu
dapat diarahkan kedjurusan jang sebenarnja.
Mungkin sekali terdakwa dan saksi-saksi dengan matjam-matjam
keterangan jang tidak bersangkut paut dengan sjarat-sjarat tersebut, akan
menjebabkan Pengusut perkara menjimpang dari djurusan jang semestinja, dengan
berakibat, bahwa pemeriksaan perkara mendjadi keruh dan tidak akan mendekatkan
tertjapainja tudjuan semula.
Misalnja sjarat-sjarat bagi pentjurian biasa menurut pasal
362 K.U.
H.P. adalah:
ke-1, perbuatan jang diantjam dengan hukuman pidana adalah
berupa mengambil suatu barang, hal mana berarti bahwa terdakwa menjalurkan
tangannja kearah tempat barang itu, kemudian memegang dan memindahkan barang
itu dari tempat semula kedalam lingkungan kekuasaannja. Maka apabila barang itu
semula sudah ditangan terdakwa, perbuatan terdakwa tidak dapat dikatakan
,,mengambi?”.
ke-2, barang jang diambil itu, harus milik orang lain dari
pada terdakwa, seluruhnja atau sebagian, maka harus terang adanja orang lain
itu, jang sebagai saksi mengakui barang itu sebagai miliknja. Kalau misalnja
barang itu sudah dibuang oleh pemilik, maka barang itu bukan milik orang lain,
sebab bukan milik seorangpun (res nullius), dan boleh diambil dan dimiliki oleh
siapapun djuga.
ke-3, terdakwa harus mempunjai maksud untuk mengakibatkan
bara ng itu mendjadi miliknja (toetigenen), misalnja tidak hanja untuk memakai
barang itu sebentar sadja dengan maksud untuk mengembalikan barang itu sesudah
dipakai,
ke-4, terdakwa harus fidak berkak untuk memiliki barang itu
(Wederrechterlijk). Kalau misalnja terdakwa sebelumnja sudah mendapat idzin
dari jang empunja barang untuk memiliki barang itu, maka ia berhak pepth untuk
mengakibatkan barang itu mendjadi miliknja, Idzin ini dapat diberikan dengan
perkataan-perkataan jang terang benderang atau dengan sa cg tin kah Jaku Jang mengandung peridzinan
Itu Lord own ganda una memning)
ke 5, terdakwa harus fahu betul, bahwa Ia tidak berhak untuk
mem Hg barang itu (opzet). Mungkin sekali terdakwa berul-betul mengira, ta wa
is mendapat idzin dari pemilik barang untuk memiliki barany wu, sedang
sebenarnya peridzinan Ini tidak ada dan terangnya ada salah faham tentung bal
ing dipihak terdakwa,
Lima yjarat 3ni harus terus menerus diperhatikan oleh
Penyuswt per. kara dalam pemeriksaan perkara penjurian, dan tidak perlu
Penyusar perkara memperhatikan lain-lain hal jang tidak bersanykur paut denyan
lima gjarat itu, ketjuali apabila hal-hal jang lain itu merupakan persstiwa,
jang menurut Hukum Pidana mendjadi sjarat djuga dari suatu matja pentjurian,
jang istimewa, Misalnja pentjurian jang dilakukan pada waktu ada kebakaran
rumah atau pada waktu ada bandjir, sebab hal hal ini menurut pasal 363 ajat 1
no, 2 merupakan suatu sjarat jang memberatkan hukuman terhadap pentjurian itu,
Kalau gjarat-sjarat itu sudah dipenuhi semua, artinja kalau
ada bukti bukti tjukup untuk adanja sjarat-sjarat itu, maka Penuntut Umum dalam
penuntutan dimuka Hakim harus memuatkan sjarat-sjarat itu mua dalam surat
penuntutan, ditambah dengan pernjataan tempat dan waktu terdjadinya pentjurian,
Penjebutan upah dan waktu terdjadinja penrjurian ini adalah
penuny, oleh karena pasal 250) ajat 4 H.ILR, mewadjibkan untuk menjebutkannja
dalam surat tuduhan (akte van verwijzing) dengan anrjaman, bahwa surat tuduhan
akan batal (nietig), kalau dua sjarat Itu tidak dipenuhi dan kalaw sclama
pemeriksaan perkara dimuka Haklm surat tuduhan tidak diperbarki tentang hal Itu,
--R.Wirjono Prodjodikoro
Post a Comment for "PENGUSUT PERKARA DAN PENUNTUTAN"
Terima Kasih atas kunjungannya