Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

3. PENGERTIAN DAN SIFAT HUKUM ACARA PIDANA


 


PENGERTIAN DAN SIFAT HUKUM ATJARA PIDANA

ialah kepentingan masjarakat atas tuntutan dan penghukuman seorang  pendjahat. Ini berakibat, bahwa kepentingan masjarakat jang mendjadi ukuran untuk menetapkan, apakah seorang akan dituntut dimuka Hakm Pidana. Soalnja nampak, apabila diingat, bahwa meskipun tidak ada pengaduan dari siapapun djuga, pedjabat pengusut perkara pidana akan bertindak, apabila ia dengan sendirinja tahu adanja suatu peristiwa pidana,dan pula, bahwa, meskipun ada pengaduan dari orang perseorangan, pihak Kepolisian atau Kedjaksaan dapat menentukan urungnja pengusutan atau  penuntutan untuk kepentingan masjarakat atau kepentingan Negara.                     

     Bagaimanakah halnja dengan kepentingan ke-2, jaitu dari jang dituntut, supaja ia diperlakukan setjara adil? Untuk kepentingan ini si tersangka salah harus diberi kesempatan penuh guna membela diri terhadap tuntutan kepadanja. Kepentingan ini djuga dapat perhatian dalam pasal 14 Undang-undang Dasar Sementara,jang pada ajat 1 menentukan:

        Setiap orang jang dituntut karena disangka melakukan sesuatu peristiwa pidana berhak dianggap tak bersalah, sampai dibuktikan kesalahan-nja dalam suatu sidang pengadilan, menurut aturan-aturan hukum jang berlaku, dan ia dalam sidang itu diberikan segala djaminan jang telah di-tentukan dan jang perlu untuk pembelaan". Adanja pasal 14 ajat 1 Undang-undang Dasar Sementara ini menandakan, bahwa harus dianggap sebagai salah suatu kemauan dari Negara Indonesia, bahwa kepentingan ke-2 ini akan diperhatikan betul-betul oleh pedja bat-pedjabat jang bersangkutan. Sedjak 5 Djuli 1959 Undang-undang Dasar Sementara tidak berlaku lagi, tetapi penentuan dari pasal 14 ajat 1 ini diketemukan djuga dalam pasal 294 H.I.R., jang akan dikupas pada bagian lain dari buku ini. Pada tanggal 10 Oktober 1964 oleh Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong disetudjui suatu rantjangan Undang-undang tentang Ke-tentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman" kemudian mendjadi Undang² no. 19 tahun 1964, jang mulai berlaku pada tanggal 31 Oktober 1964 dengan nama (menurut pasal 30) Undang2 

Pokok Kekuasaan Ke-hakiman," jang dalam pasal 4 ajat 2 mengatakan: Tiada seorang djuapun dapat didjatuhi pidana, ketjuali apabila pe-ngadilan karena alat pembuktian jang sah menurut undang-undang men-dapat kejakinan bahwa seseorang jang dapat dipertanggung-djawabkan, telah bersalah atas perbuatan jang dituduhkan atas dirinja. Sistim,,inquisitoir" dan sistim ,,accusatoir"Dalam hal ini didunia ilmu pengetahuan hukum ada dua sistim, jang dapat dianut. Jang satu dinamakan sistim,, accusatoir", jang lain sistim inquisitoir". Sistim ,, accusatoir" (arti kata: menuduh) menganggap se-orang tersangka, jaitu pihak jang didakwa, sebagai suatu subject berhadap-hadapan dengan lain pihak jang mendakwa, jaitu Kepolisian atau Kedjaksaan, sedemikian rupa, sehingga kedua belah pihak itu masing-sama nilainja,, dan Hakim berada diatas mereka menurut peraturan Hukum Pidana jang berlaku. kedua belah pihak itu untuk menjelesaikan soal perkara (pidana) antara masing mempunjai bak-bak jang sebagai suatu bung dengan suatu pendakwaan. Pemeriksaan udjud ini berupa pende- Sistim ,,inquisitoir" (arti kata: pemeriksaan) menganggap si tersangka barang, suatu object, jang harus diperiksa udjudnja berhu-pendakwaan jang sedikit banjak telah dijakini kebenarannja oleh jang ngaran si tersangka tentang dirinja pribadi. Oleh karena sudah ada suatu mendakwa melalui sumber-sumber pengetahuan diluar tersangka, maka pendengaran tersangka sudah semestinja merupakan pendorongan ke-pada tersangka, supaja mengaku sadja kesalahannja. 

    Minat mendorongkan kearah suatu pengakuan salah ini biasanjapendakwa sebagai seorang manusia belaka berhubung dengan tabiat adalah begituh hebat, se-hingga dalam praktek pendorongan ini berupa penganiajaan terhadap tersangka (pijnbank, torture).Sekiranja sudah terang, bahwa dalam Negara Indonesia, djuga ber- hubung dengan adanja suatu Sila dari Pantja Sila jang merupakan Peri Kemanusiaan, harus dalam hakekatnja dianut sistim accusatoir. Maka dalam melakukan kewadjibannja pedjabat-pedjabat pengusut dan penuntutperkara pidana harus selalu ingat kepada hakekat ini dan tersangka selalu sebagai seorang subject jang mempunjai hak penuh untukmembela diri. Mungkin sekali dari peraturan-peraturan Hukum Atjara Pidana jang sekarang masih berlaku di Indonesia, ada jang memberi kesempatan kepada pedjabat pengusut dan penuntut perkara pidana untuk memperla kukan seseorang tersangka seolah-olah suatu object belaka, akan tetapi kesempatan ini sebaiknja tidak dipergunakan, dan sebaiknja peraturanseperti ini selekas mungkin dihapuskan dan diganti dengan peraturan lain.

Post a Comment for "3. PENGERTIAN DAN SIFAT HUKUM ACARA PIDANA"

Cek Plagiasi di Turnitin

Cek Plagiasi di Turnitin

Klik Gambar

LOWONAN KERJA

LOWONAN KERJA

Klik Gambar